Rabu, 03 Januari 2018

Ketika Kamu Diatas Gunung dan Melihat Orang di bawah Gunung Terasa Kecil

Ketika kamu diatas gunung dan melihat orang di bawah gunung terasa kecil. Tapi kamu lupa. Orang di bawah gunung juga sedang memandangmu bahwa kamu juga terlihat kecil.

Sombong. Sifat yang paling banyak dimiliki setiap orang, meski kadarnya beda-beda. Bahkan pelakunya pun tidak sadar.

Aku pernah dalam posisi itu. Posisi dimana kesombongan menyelimutiku dan seketika itu juga aku meremehkan orang lain. Itu terjadi pas Sekolah sampai kelas 10 SMA. Dulu, aku suka pilih-pilih teman. Kalau gak pinter, anak orang kaya dan cakep/enak dilihat ya gak aku temenin, paling males kalau kelompokan atau main sama kebalikannya. Tapi paling parah ngeremehin orang yang kurang pinter sih. Jadi meskipun dia anak orang kaya dan cakep pun kadang aku ya males. Ngomong seperlunya dan sewajarnya, bahkan jaga jarak. Sifat sombong itu karena aku merasa aku lebih pinter, lebih bisa secara akademik dari mereka, lebih berprestasi, dan jadi siswi kesayangan guru-guru. Di perparah dengan aku menjadi ketua Osis dan sering ikut lomba mapel pas SMP. Behhhhh. Parah bangetttt.

Sejak kelas 2 SMP udah banyak temen-temen yang gak respect. Tapi aku gak khawatir. Karena dulu aku gak punya temen yang real peduli sama aku. Jadi aku biasa aja. Hahaha. Mereka gak bisa ngelebihi aku di masalah nilai matapelajaran dan mendapat penghargaan dari guru, aku dulu juga termasuk apa yang aku pengen, selalu bisa aku dapetin. Tuh kan aku sombong banget.

Titik balikku pas kelas 10 SMA semester 2. Dimana aku dipindahkan ke kelas unggulan pertama. Aku dengan jelas banget melihat seisi kelas gak respect sama aku. Bahkan temen satu sekolah pas SMP sendiri. Bahkan ada yang gak mau satu kelompok sama aku dan terang-terangan di depanku bilang ke guru kalau gak pengen satu kelompok sama aku. Oh men, sekolah di kota itu menyakitkan hati. Apa lagi dapet teguran dari kakak kelas kalau aku sering di rasanin sama temen-temen OSIS (kelas 10 aku ikut osis,kelas 11 nggak). Ok fix. Saat itu Aku menyerah. Sukanya nangis. Aku mulai mengubah sifat itu sedikit demi sedikit. Aku mulai mundur. Aku gak suka menonjol lagi di kelas. Aku udah mulai gak caper sama guru. Ya meski masih ada sisa-sisa kesombongan dikit.

Masa-masa SMA yang menurut mereka sangat menyenangkan tapi menurutku nggak. Aku di bully karena kesombonganku. Akhirnya aku mulai berteman dengan mereka yang bisa menerima aku. Teman yang aku temukan di kelas 11 dan 12 bahkan masih berhubungan sampai sekarang. Ya tapi masih ada juga teman-teman sekelas yang ngeremehin aku.

Sejak kuliah, aku ubah sifatku. Aku pengen jadi pribadi yang baru. Tanpa mengingat masa-masa kelam pas SMA. Kebanyakan teman kuliahku bukan dari keluarga yang berada tapi mereka pinter-pinter. Maklum aku masuk kelas reguler yang diisi oleh anak yang masuk lewat jalur PMDK (aku masuk lewat PMDK yaitu ikut tes tulis & wawancara dan berdasarkan prestasi di SMA) dan smnptn (istilah saat itu). Aku sadar, Allah menempatkanku disana supaya aku belajar menghargai teman dan bersyukur. Tapi aku tetap gak gitu menonjol saat kuliah. Kuliah cuma kuliah. Gak ikut BEM bahkan lomba-lomba. Tapi masih jadi seksi sibuk jika BEM atau prodi butuh bantuan. Makanya pas S1 jujur aja aku agak nyesel kenapa IPK ku gak bisa cumlaude. Padahal aku bisa. Ini semua karena aku main-main pas awal-awal kuliah. Pas akhir kuliah, beeehhh IpK di atas 3.75 semua. Hahaha

Ditambah setelah kuliah aku mengabdi di Sumba timur dengan kondisi yang memprihatinkan (menurutku). Kondisi yang selalu ada di kota tiba-tiba ke pelosok negeri dengan keterbatasannya membuatku sadar ternyata aku ini hanya orang kecil.

Dari situ aku tau setiap orang itu pasti ada kalanya di atas, ada kalanya di bawah, ada kalanya banyak duit, ada kalanya kere banget. Tau bagaimana cari duit. Tau bagaimana perasaan belum punya apa-apa. Tau rasanya sombong bahkan tau rasanya orang iri karena efek ada teman yang sombong. Di umur 26 tahun ini aku sudah merasakan pelajaran sosial. Bersyukur itu kunci dalam menjalani hidup. Gak perlu iri melihat mereka yang di atas, karena kita gak tau apa yang telah hilang dari mereka.

Jadi kalau saat ini aku melihat teman-temanku yang pamer harta, pamer pencapaian, pamer kerjaan, bahkan pamer prestasi ya aku biasa aja. Karena aku sudah merasakan itu ketika sekolah. Jadi mungkin perasaanku saat ini sama seperti mereka yang melihatku dulu pas sekolah. Biasa aja. Gak wow. Malah miris. Hehehe

Dulu aku suka pamer pencapaian, selfi-selfi, pamer harta, pamer kerjaan, pamer gaji. Sekarang? Duh duh. Adanya dimarai suami. Hahaha. Makanya aku jarang posting gak kaya dulu. Foto selfi juga kebanyakan di hapus. Karena aku tau ketika aku posting sesuatu pasti ada aja orang yang gak suka. Dari pada menimbulkan rasa yang bikin dosa mending gak usah posting posting. Hahaha

Intinya adalah gak perlu sombong / kufur karena apa yang kamu miliki itu cuma titipan. Bisa saja hilang kapan saja.

Irilah hanya kepada dua hal. Orang yang bisa menghafal dan mengamal Alquran serta orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.

Semoga menjadi pembelajaran bagi yang baca. Siapapun itu 😘

Tidak ada komentar:

Free Monkey ani Cursors at www.totallyfreecursors.com